Pasar Untuk Tenaga Kerja Di Jepang

Pasar Untuk Tenaga Kerja Di Jepang

Pasar Untuk Tenaga Kerja Di Jepang – Angkatan kerja yang terdapat di Jepang berjumlah 65,9 juta orang di tahun 2010. Yang mana sekitar 59,6% yang berisi penduduk berusia 15 tahun ke atas. Diatarara angka tersebut terdapat 62,57 juta orang yang bekerja, dan 3,34 juta orang menganggur. Sehingga yang mana tingkat pengangguran menjadi sebesar 5,1 %.

Struktur pasar untuk tenaga kerja Jepang pun mengalami perubahan secara bertahap di akhir tahun 1980an dan terus berlanjut sepanjang tahun 1990an. Struktur pasar tenaga kerja pun dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :

1. Semakin menyusutnya populasi

2. Penggantian generasi baby boom setelah masa perang

3. Meningkatnya jumlah perempuan di dalam angkatan pekerjaan

4. Meningkatnya tingkat pendidikan para pekerja. Selain itu juga diperkirakan akan terjadi peningkatan juga pada jumlah tenaga kerja asing.

Pada tahun 2019, tingkat pengangguran di Jepang menjadi yang paling terendah pada tingkat pekerjaan. Dan untuk di usia kerja 15 sampai 64 tahun merupakan yang tertinggi.

Di tahun 2021 jumlah tenaga kerja pun menjadi 68.60 juta. Yang berarti turun sikitar 0.08 juta dari tahun sebelumnya. Untuk data berdasarkan jenis kelamin, tenaga kerja laki laki sebanyak 38.03 juta jiwa turun sekitar 0,20 juta jiwa. Dan untuk tenaga kerja perempuan sebanyak 30.57 juta jiwa meningkat sebanyak 0.13 juta jiwa. Persentase untuk penduduk yang telah bekerja juga meningkat dari 59,6% menjadi 62,1% di tahun 2010. Adapun berdasarkan jenis kelamin, pekerja laki-laki sebesar 71,3%, turun 0,1 poin persen dari tahun sebelumnya. Untuk yang perempuan yaitu 53,5%, meningkat 0,3 persen poin.

Di tahun 2021, yang berusia 15 hingga 64 tahun sebanyak 59,31 juta orang, turun 0,15 juta orang. Untuk angkatan kerja pria umur 15 hingga 64 tahun sebanyak 32,52 juta orang, turun 0,20 juta orang. Dan perempuan umur 15 sampai 64 tahun sebanyak 26,79 juta orang, yang mana meningkat 0,06 juta orang.

Karakter Dari Pasar Tenaga Kerja Jepang

Struktur dasar ketenagakerjaan di Jepang sudah dikenal sebagai rekrutan lulusan baru secara simultan dan juga hierarki pada peringkat. Yang mana mencakup akan upah senioritas dan juga pekerjaan seumur hidup. Hal ini tentu nya memungkinkan untuk setiap karyawan bisa mempelajari keterampilan dengan lebih luas. Agar bisa dicapai dalam jangka panjang dengan ada nya rotasi pada pekerjaan dan pelatihan di tempat kerja. Karena perusahaan akan mengembangkan keterampilan bagi perusahaan dengan melalui pekerjaan untuk jangka panjang. Sehingga akan sulit untuk dapat memasuki pasar tenaga kerja yang hanya dibuka untuk lulusan baru dari sekolah menengah atas atau universitas, atau mereka yang dapat bersaing di pasar dengan keterampilan mereka. kualifikasi atau pengetahuan khusus. Pasar internal ini bekerja dengan baik di perusahaan-perusahaan Jepang.

Namun, Jepang telah beralih ke regulasi dan kapitalisme seperti AS setelah pecahnya gelembung ekonomi, dan perusahaan-perusahaan Jepang telah memperkenalkan dua pengembangan: 1) pembayaran yang berhubungan dengan kinerja , dan 2) pekerjaan non-reguler seperti paruh waktu, sementara, dan perekrutan. melalui lembaga sumber daya manusia.

Gaji yang terkait dengan kinerja memerlukan sebuah evaluasi kinerja pada karyawan dalam waktu pendek, yang berarti bahwa upah dapat mencerminkan kinerja pekerjaan dalam jangka pendek dibandingkan keterampilan dalam jangka panjang. Hal ini dapat berdampak secara negatif untuk pembangunan dalam jangka panjang. Ada pendapat yang menyatakan bahwa ini tidaklah efektif untuk perusahaan Jepang. Yang pada umumnya dimana upah berbasis keterampilan memotivasi karyawannya untuk memperoleh pengalaman dan membangun kemampuan mereka. Akan tetapi gagasan pekerjaan non reguler diperkenalkan oleh pengusaha dan sudah  dipromosikan dari tahun 1990an. Alasan utama terbentuknya inovasi dalam penempatan staf yang benar bukanlah untuk fleksibilitas akan tetapi untuk dapat menghemat biaya tenaga kerja. Karyawan non-reguler banyak ditemukan di sektor ritel dan restoran: 44,3% di industri ritel dan 63,4% di industri restoran/hotel dibandingkan dengan 17,7% di konstruksi dan 21,4% di industri manufaktur pada tahun 2004.

Para Pekerja Dari Luar Negeri

Jepang memiliki perundangan yang sangat ketat mengenai mempekerjakan orang asing, meskipun ada pengecualian untuk aktivitas tertentu, asalkan pekerja tersebut pernah kuliah di universitas Jepang dan memiliki tingkat kemahiran berbahasa Jepang yang tinggi.

Kategori yang dikecualikan termasuk ke bagian eksekutif dan manajer yang terlibat dalam komersial, sarjana yang penuh waktu dimana terkait dengan lembaga penelitian maupun pendidikan, penghibur, dan lainnya yang berspesialisasi dalam teknologi maju, mentor bahasa asing, dan lainnya dengan keterampilan khusus yang tidak dimiliki warga negara Jepang. Pada tahun 2019, pekerja di restoran, toko ritel, dan juga lini dalam produksi pabrik sudah ditambahkan ke dalam daftar.

Pada tahun 2008 sudah terdapat 400ribuan pekerja asing di Jepang 43,3% orang Tiongkok , 20,4% orang Brasil , 8,3% orang Filipina , dan lain-lain (Survei Kementerian Tenaga Kerja terhadap Perusahaan). Penelitian lebih baru pun menunjukkan kalau Jepang kesulitan menarik calon migran meskipun perundangan imigrasi relatif lunak (terutama bagi pekerja dengan keterampilan tinggi) dibandingkan dengan negara lainnya.

Hal ini akan terlihat saat melihat program dari visa kerja Jepang untuk pekerja yang berketerampilan tertentu, yang memiliki kurang dari 400 pelamar, meskipun ada target tahunan untuk menarik 40.000 pekerja luar negeri, yang menunjukkan bahwa Jepang menghadapi tantangan besar untuk menarik para migran dibandingkan ke negara lainnya.

Hanya sedikit calon migran yang ingin ke Jepang dibandingkan dengan negara-negara G7 lainnya, hal ini sejalan dengan rendahnya arus masuk migran di negara tersebut.

Meskipun kenaikan akan tingkat pengangguran saat ini telah berbalik, banyak lapangan kerja yang tidak populer tidak terisi dan pasar tenaga kerja dalam negeri lesu. Tenaga kerja impor dipandang sebagai solusi terhadap situasi ini oleh beberapa pengusaha, yang mempekerjakan pekerja asing dengan upah rendah, yang kemudian tertarik dengan upah yang relatif tinggi di Jepang.

By admin